Senin, 20 Juli 2020

Movie Review : Susah Sinyal (2017)

Sinopsis Susah Sinyal - Film Terbaru dari Ernest Prakasa yang Bisa ...


DATA FILM

Judul : Susah Sinyal

Tahun Tayang : 2017

Sutradara : Ernest Prakasa

Pemain : Adinia Wirasti, Aurora Ribero, Ernest Prakasa, Refal Hady, Asri Welas, Valerie Thomas

Produksi : Starvision Plus

Durasi : 110 Menit



SINOPSIS

Ellen adalah seorang orangtua tunggal yang berprofesi sebagai pengacara. Ia memiliki seorang anak perempuan bernama Kiara yang diasuh oleh ibu kandungnya, Agatha. Ellen menikah begitu muda sehingga belum sepenuhnya dewasa dan berakhir dengan perceraian. Untuk menghibur hatinya yang luka, ia memutuskan untuk kembali kuliah dan bekerja, sampai akhirnya ia lupa pada kewajiban utamanya sebagai seorang Ibu.


Terlanjur dekat dengan omanya, Kiara cenderung bersikap dingin dengan ibunya, karena merasa tidak di perhatikan, sampai akhirnya ketika omanya meninggal karena sakit, Kiara sering berbuat kenakalan di sekolah hingga di panggil kepala sekolah.


Setelah itu hubungan Ellen dan Kiara teruji sampai akhirnya memutuskan untuk menghabiskan liburan ke Sumba. Apakah perjalanan Ibu dan Anak ini akan bisa merekatkan kembali hubungan mereka berdua, atau malah semakin buruk?


REVIEW

Film ini mengangkat tentang keresahan sang sutradara dan penulis skenarionya, Ernest Prakasa tentang keresahan sebagai orangtua yang hidup di Jakarta. Bagaimana pekerjaan yang padat menyedot hampir seluruh kehidupan manusia tanpa pilih kasih.

Kadang - kadang, bahkan sampai itu bisa memisahkan hubungan dengan keluarga. Seperti isu yang menjadi topik utama di film ini bahwa keluarga adalah segalanya dibandingkan kesibukan karir sekalipun.

Ernest Prakasa berhasil mengemas film ini sesuai keadaan orang tua dan anak - anaknya masa kini. Sehingga tentu saja sangat bisa menyentuh penonton yang memiliki masalah yang serupa. Film ini juga bukan hanya mengemas masalah tetapi juga memberikan solusi yang sangat mudah ditiru bagi orang tua dan anak - anak mereka, sebab dalam film ini melibatkan peran psikolog.

Sayang, bagi saya sendiri, sejujurnya film ini tidak terlalu menyentuh perasaan. Mungkin karena saya tidak terlalu relate dengan isu yang di angkat dalam film ini. Komedi yang disajikan juga cukup segar apalagi penyatuan duet maut komika dari timur, Arie Kriting dan Abdur Arsyad semakin membuat penonton tertawa terpingkal - pingkal.

Inti yang dapat dipetik dari film ini adalah bagaimana pentingnya komunikasi antar orangtua dan anak supaya tidak terjadi jarak diantara mereka meski memiliki kesibukan yang berbeda - beda. Dengan komunikasi pula, bisa menjembatani perbedaan keinginan antar orangtua dan anak sehingga bisa dicari jalan tengah demi kebaikan bersama.


Selasa, 07 Juli 2020

Resensi Film : Dua Garis Biru (2019)



DATA FILM

Judul : Dua Garis Biru

Pemain : Angga Yunanda, Zara Adhisty, Dwi Sasono, Lulu Tobing, Cut Mini, Rachel Amanda, Arswendi Nasution

Sutradara : Gina S Noer

Produksi : Starvision Plus

Durasi : 113 Menit


SINOPSIS

    Bima dan Dara adalah remaja biasa yang sedang duduk di bangku SMA kelas 12 yang sedang jatuh cinta. Dara yang memang pandaidan bermimpi bisa kuliah di korea sedangkan Bima yang biasa - biasa saja masih bingung memutuskan akan kuliah dimana. Sejak mereka resmi pacaran, teman - teman sekelasnya seringkali mengolok - olok mereka sebagai pasangan suami istri.

    Suatu hari saat Bima sedang berkunjung ke rumah Dara setelah pulang sekolah, lalu terjadilah hubungan intim diantara mereka berdua. Sebulan kemudian, Dara ternyata positif hamil. Mengetahui hal tersebut, Bima shock dan memutuskan untuk meninggalkan Dara.

    Kebingungan tersebut akhirnya menuntun kepada suatu pilihan yang di inisiasi oleh Bima agar kandungan Dara di aborsi saja, di sisi lain, Dara menolaknya, ia mulai mencintai calon anaknya.
Masalah semakin rumit dan lebar saat kedua orang tua mereka mengetahui kehamilan Dara dari pihak sekolah lalu memutuskan untuk mengeluarkan Dara dari sekolah.

    Benarkah mereka sudah siap untuk menjadi orang tua dari anak tersebut? Benarkah pernikahan adalah jawaban dari semua persoalan ini? 

RESENSI

    Film ini disutradarai oleh Gina S Noer yang sekaligus menuliskan skenarionya. Sebuah cerita sederhana yang sangat relatable dengan kehidupan remaja masa kini. Film ini juga mengingatkan saya pada film Juno yang bertema sama namun kali ini di balut dengan nuansa yang lebih Indonesia.

    Ketika di film Juno, kedua pasangan muda mudi tersebut memutuskan untuk tidak menikah dan menyerahkan anaknya kepada orang lain untuk di adopsi, Di film ini, akhirnya, anaknya diputuskan untuk di asuh oleh kakek nenek dari pihak Ayahnya, yakni orangtua Bima.

    Film yang sempat jadi kontroversi karena di boikot di beberapa kota, sesungguhnya sebuah film yang menampilkan edukasi yang baik kepada remaja dan juga orangtua. Sebab dalam film ini dibahas banyak hal dari mulai segi kesehatan fisik dan mental bagi pasangan remaja yang terlanjur melakukan hubungan seks diluar nikah. Aborsi tentu bukan jalan keluar sebab beresiko kematian juga bagi sang Ibu, apalagi jika dilakukan bukan dengan tenaga profesional. 

    Selain itu, film ini juga membahas bagaimana sebaiknya keluarga menyikapi masalah ini. Mengelola emosi diri sendiri maupun kepada pasangan ataupun kepada anak mereka. Sebagai pengingat, perempuan yang sedang hamil seharusnya menghindari kondisi stres agar perkembangan bayinya sehat. 

    Dalam film ini, kedewasaan dalam menghadapi suatu masalah terlihat dari orangtua Bima yang meski tergolong keluarga miskin, ia masih mau merawat dan menganggap anak tersebut sebagai cucunya dan berusaha untuk tidak memisahkan anak kandung dari orang tua kandungnya. 

    Di sisi lain, ketidakdewasaan dalam menghadapi masalah ditunjukkan oleh keluarga Dara yang nampak ingin sekali memisahkan Dara dengan anaknya dengan cara mengadopsikan anak Dara kepada saudaranya yang sudah lama menikah dan tidak memiliki anak. Di kepala orangtua Dara adalah semua demi kebaikan Dara tanpa pernah mempertimbangkan apakah di mata Dara berpisah dari anaknya juga hal yang dia inginkan.

    Saya sebagai penonton akhirnya menyimpulkan bahwa selama ini banyak sekali anak - anak yang terlahir dengan kondisi tidak di inginkan bukan hanya karena ketidaksiapan mental dari calon orang tua, tetapi, juga karena terbentur oleh faktor keegoisan keluarga besar atas keinginannya. Padahal dengan kedewasaan emosi, masalah seperti ini bisa teratasi bagi remaja tersebut, juga bagi keluarga remaja. Bila terjadi kejadian seperti ini, yang harus diselamatkan adalah Calon Ibu dan Calon Bayi.

    Disamping itu, film ini juga mengedukasi bahwa kehamilan di usia yang masih sangat muda akan lebih membawa banyak resiko. Sebisa mungkin hindarilah untuk berada pada posisi itu, sebagai contoh dengan menggunakan kondom agar kehamilan dini bisa dicegah.

     Menonton film ini tidak di sarankan jika hanya menonton dari sebagian film saja, karena nanti akan menimbulkan kesalahpahaman sepihak. Film ini sangat bagus untuk dijadikan bahan diskusi.

 


Sabtu, 27 Juni 2020

Resensi Film : Pariban ; Idola Dari Tanah Jawa (2019)




DATA FILM

Tayang : 2019

Sutradara : Andibachtiar Yusuf

Pemain : 
Atiqah Hasiholan, Ganindra Bimo, Rizky Mocil

Produksi : Stayco Media

Durasi : 1 Jam 44 Menit


SINOPSIS


Halomoan Sitorus, atau biasa di panggil Moan adalah laki - laki berdarah Batak, tampan, sukses, digilai banyak wanita, dan sering ganti ganti pacar alias playboy. Meskipun berdarah Batak, tetapi ia besar di Jakarta.

Di usianya yang ke 35 tahun, Moan sudah sangat sukses dengan punya perusahaan sendiri, rumah dan mobil mewah. Namun kehidupan Moan tiba - tiba berubah drastis saat ibunya jatuh sakit sesaat setelah ia melayangkan protes kepada Moan tentang mengapa ia belum juga memutuskan menikah. Sebab, ibunya telah di hujani begitu banyak pertanyaan dengan teman - temannya arisan.

Lalu ibunya meminta Moan untuk pulang ke kampung halaman mereka untuk menemui pariban. Pariban Moan yang bermarga Sitorus adalah Silalahi. Akhirnya demi rasa cintanya pada sang ibu, Moan memutuskan untuk menyetujui permintaan tersebut

Akankah mencari pariban akan menjadi jawaban jodoh Moan di masa datang? Bisakah Moan membawa pariban nya pulang ke rumahnya dan di perkenalkan kepada ibunya?


RESENSI

Film ini secara eksplisit tentu saja ingin mengangkat tentang suku Batak dan kebudayaannya yakni Pariban. Menjadi sebuah pengingat bagi generasi baru suku Batak yang mungkin saja tidak sempat mengenal tanah leluhurnya sebab lahir dan besar di kota lain akibat mengikuti orang tua yang merantau.

Pariban sendiri adalah sebuah kultur yang di miliki oleh suku batak dengan menikahi sepupunya sendiri dari garis keluarga ibu kandung. Kultur inilah yang di angkat dalam film ini. Dalam film ini, di lihatkan juga kehidupan suku batak yang tinggal di sekitar danau Toba. Memperlihatkan juga, bagaimana kegiatan pasar pagi yang berada di pemukiman sekitar danau toba. 

Film ini berusaha memperlihatkan seluruh kebiasaan yang kerap kali di lakukan oleh suku batak pada umumnya, seperti kebiasaan bernyanyi yang di lakukan oleh keluarga batak, setiap kali mereka berkumpul, baik itu dalam berkumpul dalam acara keluarga maupun berkumpul dalam acara sesama anak muda. Satu juga yang amat sangat memikat hati saya sebagai penonton adalah menunjukkan kultur suku batak yang hobi memainkan permainan olahraga catur sebagai cara mereka mengakrabkan diri. belum bisa disebut batak, kalau belum bisa bermain catur.

Selain kebudayaan batak, secara selintas, film ini, juga memperlihatkan beberapa situs pariwisata yang dapat dikunjungi, juga beberapa museum yang bisa di jadikan acuan bagi masyarakat selain batakuntuk bisa belajar tentang kebudayaan batak.

Selain itu tentu saja, film ini adalah film keluarga yang layak di tonton, karena menampilkan bagaimana kasih sayang orang tua kepada anaknya, maupun sebaliknya.


Resensi Film : Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2020 | #NKCTHI)



DATA FILM


Tayang : 2020

Sutradara : Angga Dwimas Sasongko

Pemain : Rachel Amanda, Rio Dewanto, Sheila Dara, Donny Damara, Susan Bachtiar, Ardhito Pramono, Oka Antara

Produksi : Visinema Pictures

Durasi :  121 Menit


SINOPSIS : 


NKCTHI berkisah mengenai Angkasa (Rio Dewanto), Aurora (Sheila Dara Aisha), dan Awan (Rachel Amanda) kakak beradik yang hidup dalam keluarga yang tampak bahagia. Setelah mengalami kegagalan besar pertamanya, Awan berkenalan dengan Kale (Ardhito Pramono) seorang cowok eksentrik yang memberikan Awan pengalaman hidup baru, tentang patah, bangun, jatuh, tumbuh, hilang dan semua ketakutan manusia pada umumnya.



Perubahan sikap Awan mendapat tekanan dari orang tuanya. Hal tersebut mendorong pemberontakan ketiga kakak beradik ini yang menyebabkan terungkapnya rahasia dan trauma luka besar dalam keluarga mereka. (Dikutip dari cnnindonesia.com)


RESENSI : 


Film ini memotret bagaimana kehidupan keluarga dengan toxic positivity yang begitu jelas. Sekalipun keluarga mereka utuh, namun masing masing dari anggota keluarganya rapuh. Itu semua terjadi akibat penyangkalan terhadap kehilangan di masa lalu. Penyangkalan itu menimbulkan kebohongan kebohongan lagi untuk menutupi luka di hati.


Apa sih sesungguhnya makna dari toxic positivity? Menurut Psychology Today Toxic positivity adalah sebuah konsep  bahwa seseorang hanya berfokus pada hal hal positif namun menolak apa pun yang dapat memicu emosi negatif. Jadi meskipun yang di ucapkan adalah kalimat positif, tapi tetap akan melukai bukannya malah menyembuhkan. 

Karena pada dasarnya, toxic positivity adalah pikiran positif yang dipaksakan. Kadang kala, sebagai manusia kita perlu untuk merasa bersedih agar lebih seimbang. Agar lebih mengerti bahwa di dunia ini, ada banyak sekali perasaan yang mampu di rasakan oleh manusia. Sehingga setelah mengenal jenis jenis perasaan, yang bisa di petik dari itu adalah bagaimana cara mengatasi emosi itu dengan layak, agar tidak mengganggu keberlangsungan hidup dan karir.


Untuk bisa lepas dari toxic positivity juga perlu keikhlasan dari sang pelaku agar paham bahwa tidak segala hal di dunia ini harus selalu terkontrol oleh manusia. Adakalanya kita harus pasrah kepada takdir dan sang maha penguasa untuk membiarkan yang seharusnya terjadi. Berhenti menyangkal bahwa tidak terjadi apa - apa adalah jalan terbaik untuk menghentikan toxic positivity. 


Film ini juga menyajikan gambar sudut sudut kota Jakarta yang lain daripada yang lain. Yakni kegiatan di pasar yang terletak di gang kecil, warung makan di gang kecil, sesuatu yang tidak mewah tetapi tidak juga kumuh. Juga akhirnya saya mengerti bahwa Gultik itu bukanlah Gulai Tikus tetapi gulai tikungan. 

Senin, 15 Juni 2020

Resensi Film : Something In Between (2018)





Data Film

Tayang : 2018

Sutradara : Asep Kusnandar

Pemain : 
Jefri Nichol, Amanda Rawles, Junior Liem, Slamet Rahardjo, Yayu Unru, Naufal Samudera.

Durasi : 1 Jam 40 menit

Produksi : Rapi Films

SINOPSIS

Gema (Jefri Nichol) menyukai Maya (Amanda Rawles) si anak pintar yang terdaftar di kelas unggulan, sehingga Gema harus melancarkan serangan PDKT dengan cara yang unik. Untung Gema memang anak yang nyeleneh dan penuh ide.


Ia melibatkan Kepala Sekolah (Slamet Rahardjo) untuk membantunya membantunya pindah  ke kelas Maya, lalu  sang penjaga sekolah (Yayu Unru) yang sangat akrab dengannya sehingga menjadi tempat curhatnya. 


Gema, juga di dukung penuh oleh sahabatnya yang bernama Surya (Junior Liem). Sayangnya, Gema memiliki saingan kakak kelas bernama Raka (Naufal Samudera) yang juga sangat mencintai Maya. 


Di tengah tengah persaingan sengit tersebut dan gigihnya usaha Gema, akhirnya Maya mulai jatuh hati. Di saat mereka berdua mulai saling tertarik dan merencanakan masa depan mereka tiba - tiba kecelakaan terjadi hingga membuat mereka berpisah karena maut.


Namun, berkat janji yang mereka ucapkan sebelumnya untuk saling setia dan selalu bersama, membuat kisah cinta mereka berlanjut dan melibatkan Abi dan Laras, apa hubungan mereka dengan Gema dan Maya? Lalu, apakah mereka tetap akan bersatu melalui reinkarnasi?


RESENSI


Film tentang cinta anak muda memang sudah banyak jenisnya, tetapi yang mengikutsertakan tentang cinta sejati hingga reinkarnasi mungkin hanya film ini.


Film ini, seolah memberi harapan baru bahwa di sudut belahan dunia ini masih ada yang namanya "cinta sejati" bahkan apabila ia belum terwujud di suatu masa kehidupan, ia akan bereinkarnasi hingga cinta itu mewujud sesuai takdir.


Namun sebagai penonton saya merasa cerita yang ringan ini menjadi tidak masuk akal karena seharusnya penggambaran tokoh yang tidak berbeda antar usia. Tidak ada perbedaan signifikan antara tokoh saat remaja ataupun dewasa kalau hanya berubah secara penampilan saja. 


Sesungguhnya, sebagai penonton saya sangat terganggu dengan cerita anak SMA yang sudah mengucapkan janji sehidup semati. Terlalu berlebihan.


Kalau memang tujuannya untuk menandingi film Dilan, seharusnya elemen itu tidak usah di masukkan. Cukup cerita anak SMA yang ringan, indah dan manis saja.



Selasa, 09 Juni 2020

Resensi Film : Mantan Manten (2019)




DATA FILM

Tayang  : 2019

Produksi : Visinema Pictures

Sutradara : Farishad Latjuba

Pemain : Atiqah Hasiholan, Arifin Putra, Tyo                   Pakusadewo, Tutie Kirana.

Durasi  : 1 jam 47 menit.

SINOPSIS

Menceritakan tentang Yasnina (Atiqah Hasiholan) atau Nina, potret wanita urban masa kini. Hidupnya terlihat sempurna. Karierny tengah berada di puncak sebagai manager investasi. Kekasihnya, Surya (Arifin Putra) yang Tampan dan kaya raya pun baru saja melamar dirinya.


Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama, dalam sekejap harta Nina habis tak bersisa. Nina di khianati oleh Iskandar (Tyo Pakusadewo) dalam sebuah kasus investasi. Hidupnya hancur, pernikahannya pun berada diujung tanduk. Pasalnya, selain menipu Nina, Iskandar juga merupakan calon ayah mertuanya.


Harapan muncul saat mantan asisten Nina, Ardy (Martino Lio) mengabarkan dirinya masih memiliki satu properti yang tak kena sita. Properti tersebut adalah villa di Tawangmangu, Jawa Tengah. Villanya tak ikut disita karena belum berpindah nama. Nina pun berangkat ke Tawangmangu untuk mengambil kembali villa miliknya. Namun saat ini villa tersebut masih ditinggali oleh seorang dukun manten.


Dukun manten tersebut bersedia meninggalkan villa apabila Nina menyanggupi syarat yang diajukan. Nina harus menjadi asisten dukun manten. Dapatkah Nina menjalankan tugas dan merebut kembali villa miliknya? (Dikutip dari jateng.tribunnews.com)


RESENSI

Film ini bukan hanya tentang mantan kekasih yang memutuskan lebih dulu menikah tetapi film ini mengajarkan begitu banyak nilai khususnya tentang "ikhlas". Memaknai ikhlas tentu banyak caranya. Salah satu cara yang ditunjukkan dalam film ini adalah memaknainya dengan budaya Jawa yang kental akan ritual. Salah satu ritual yang dilakukan disini adalah "mutih".

Mutih adalah kegiatan berpantang diri terhadap makanan tertentu dan hanya menyantap makanan tertentu juga. Dalam film ini, Yasnina digambarkan melakukan mutih dengan hanya memakan nasi putih tiga suap dan meminum air putih. Selain itu tidak boleh.


Apa sesungguhnya tujuan mutih? Mutih adalah sebuah ritual yang ada pada tatanan budaya Jawa untuk mendetoksifikasi diri dari segala nafsu yang bercokol di hati dan pikiran manusia.


Mengapa sebaiknya manusia ikhlas hingga sampai rela melakukan ritual mutih? Agar supaya manusia dapat menerima kegagalan dan kesulitan dalam perjalanan hidupnya dengan lebih lapang dada. 


Karena apabila manusia hanya di penuhi oleh hawa nafsu, maka sejatinya dia hanya akan bingung dan jalan di tempat saja sehingga bingung bahwa tidak ada jalan keluar bagi masalahnya. Padahal sejatinya, setiap masalah selalu ada jalan keluarnya.


Dalam film ini, Yasnina di gambarkan belum merasa ikhlas atas pengkhianatan yang dilakukan oleh Iskandar, maka dari itu dia malah kebingungan sendiri akibat keinginannya balas dendam semata. Namun, setelah Yasnina merasa ikhlas malah menemukan cara membalas dendam yang jauh lebih elegan dan ampuh yakni menjadi dukun manten bagi Surya mantan tunangannya.

Di film ini lebih di tonjolkan bahwa kekuatan sejati adalah ikhlas ya hati. Dan sekuat - kuatnya perempuan adalah perempuan yang mampu ikhlas. Menjadi perempuan memang sudah seharusnya kuat karena sebagai pengurus rumah tangga dia bertanggung jawab atas kelangsungan rumah tangga dari segala mara bahaya.

Jumat, 05 Juni 2020

Resensi Film : Hijab (2015)

 

 

DATA FILM

Judul               : Hijab

Sutradara         : Hanung Bramantyo

Durasi              : 1 jam 42 menit

Pemain             : Zaskia Adya Mecca, Carissa Puteri, Tika Bravarani, Natasha Rizki,

               Mike  Lucock, Nino Fernandez, Omesh, Dion Wiyoko

Tahun tayang    : 2015


SINOPSIS

Bia, Tata, Sari, dan Anin merupakan sahabat yang rutin mengadakan arisan diikuti suami dan pacar mereka. Ketiga dari mereka, kecuali Anin, hidup sebagai ibu rumah tangga dan juga mengenakan hijab karena alasan berbeda.

 

Bia (diperankan oleh Carissa Putri) mulai berhijab karena mengikuti seminar peningkat iman. Karena merasa salah kostum di hari kedua seminar dia memutuskan untuk datang mengenakan hijab. Tidak disangka, saat masuk ke tempat seminar dia disambut gembira oleh pembicara dan para peserta, bahkan ada yang membuat video dirinya dan reaksi orang-orang yang kemudian jadi viral. Sejak saat itu, dia dipanggil sebagai ‘Gadis Hidayah’ dan mendesain baju serta hijabnya sendiri agar nyaman dipakai.

 

Awalnya, Sari (diperankan oleh Zaskia Adya Mecca) mengenakan hijab untuk belajar cara berbisnis barang-barang impor dari Arab. Dalam usahanya itu, dia bertemu dengan Gamal (diperankan oleh Mike Lucock) yang memiliki keturunan dan adat Arab. Setelah menikah dengan Gamal, Sari mulai mengenakan hijab syar’i dan tidak melanjutkan bisnisnya. Sedangkan Tata (diperankan oleh Tika Bravani), mengenakan hijab untuk menutupi botak di tengah kepalanya. Anin (diperankan oleh Natasha Rizki) adalah satu-satunya dari mereka yang tidak berhijab dan belum menikah. Walaupun begitu, pacarnya, Chaky (diperankan oleh Dion Wiyoko) ikut turut menghadiri acara arisan dia dengan ketiga temannya.

 

Mereka bertekad memulai bisnis fashion karena Gamal berpendapat kalau arisan yang mereka adakan merupakan arisan suami karena uang yang digunakan mereka diberi dari suami. Ucapan Gamal ini membuat mereka berempat bertekad memulai bisnis fashion. Dengan bantuan sosial media dan modal dari teman Mama Anin, bisnis yang mereka kembangkan mulai terkenal dan sukses bahkan berhasil membuka butik sendiri. Akan tetapi, Sari dihadapi kenyataan bahwa suaminya melarang dia bekerja. Begitu juga Tata yang karena kesibukannya mengurusi bisnis jadi melupakan tugasnya sebagai ibu. Suami Bia (diperankan oleh Nino Fernandez) juga merasa dirinya terancam karena kesuksesannya. Sedangkan, Anin terbutakan impiannya akan segala sesuatu mengenai Paris hingga melupakan teman-temanya yang dilanda masalah.

 

Apakah dengan bisnis yang mereka mulai ini membuat persahabatan dan rumah tangga mereka hancur? (Dikutip dari viu.com)

 

RESENSI

            Pada awalnya, aku berpikir bahwa ini hanya sekedar film yang menceritakan kisah tentang perjalanan hijrah perempuan dari yang tidak berjilbab menjadi berjilbab. Manakala cerita yang seperti itu sudah amat sangat mainstream di pasaran dan lama kelamaan tidak lagi menarik. Namun, melihat siapa sutradaranya, hati kecil ini berkata, tentu ini bukan film biasa, pasti ada pesan baik tersirat maupun tersurat yang ingin di sampaikan, apalagi pemainnya juga tidak bisa di pandang sebelah mata, lalu aku mencoba googling, dan voila! Aku menemukan beberapa artikel yang mengabarkan berita bahwa film hijab di boikot oleh sebagian umat muslim yang merasa terprovokasi karena hanya menonton trailer filmnya saja. Dimana, meskipun judul filmnya hijab, tetapi tetap dibalut oleh kehidupan ibukota yang glamor dan juga berdekatan pula dengan minuman memabukkan. Padahal sejatinya, inilah yang memang ingin di angkat oleh sang sutradara, kehidupan para muslimah di kota urban yang dalam konteks film kali ini adalah ibukota Jakarta. Bila berbicara tentang kota Jakarta tentu yang terlintas adalah kehidupan malam dan bebasnya yang mudah di akses. Sutradara film ini, Hanung Bramantyo ingin menyampaikan sebuah pesan anti – mainstream, pesan nilai kehidupan yang tidak bisa di amini oleh semua pihak umat muslim tentang kehidupan muslimah urban Jakarta dalam memaknai hijab dalam hidup mereka.

            Pertama kali menonton filmnya, aku hanya sekedar menikmati filmnya, kedua kali menonton, aku mulai bertanya, tentang perbedaan berbagai jenis hijab yang di kenakan oleh perempuan indonesia, dari mulai hijab jenis turban, hijab jenis syari, hijab jenis bergo dan lain – lainnya yang sangat fashionable.

Setelahnya aku menonton video podcast milik Deddy Corbuzier yang tayang pada 15 Januari 2020 berjudul “Kontroversi Jilbab, Ibu Sinta Nuriyah mengenang Gus Dur”. Dalam video tersebut, aku menemukan perbedaan mendasar apa arti hijab dan jilbab. Jilbab adalah penutup yang terbuat dari benda tipis seperti kain, sedangkan hijab adalah penutup yang terbuat dari benda keras seperti kayu. (Dalam hati aku sendiri sesungguhnya bertanya, mengapa orang – orang sekarang lebih menyukai menggunakan istilah hijab ya?) Di video itu pula di jelaskan bahwa apabila mengajarkan agama itu boleh – boleh saja menggunakan pendekatan budaya. Contohnya adalah walisongo dan ternyata metode pendekatan itu berhasil. Video ini berhasil menguatkan keyakinanku bahwa hijab (disini aku menggunakan istilah hijab karena mengikuti judul film nya saja ya, meskipun sesungguhnya makna yang ku maksud adalah kain penutup kepala.) bisa memiliki bentuk yang berbeda – beda itu karena adanya pengaruh dari budaya.

Lalu, setelah nonton filmnya untuk yang ketiga kali, aku mengerti bahwa, di Indonesia kini, berhijab bukan lagi milik orang yang agamanya sudah baik saja, tetapi hijab adalah fenomena baru di kalangan masyarakat masa kini yang menggantikan keberadaan sanggul dan konde. Hijab adalah milik semua muslimah, karena dengan menggunakan hijab akan membuat dirinya merasa mampu memahami agama dengan lebih baik lagi. Jadi, bisa disimpulkan bahwa masyarakat yang menggunakan hijab akan memulai awal langkah hijrahnya dengan merubah penampilan menggunakan hijab.

Apabila muncul fenomena bahwa perempuan berhijab tetapi kok masih begini dan masih begitu ya mohon dimaklumi, karena mereka juga sedang dalam proses pada sebuah perjalanan baru, bila ditemukan kesalahan itu wajar, yang penting, setelah kesalahan tersebut, harus berusaha memperbaiki diri, bukan malah sengaja menjerumuskan diri.

            Itu semua tercermin dalam tiap adegan demi adegan, yang ada di film hijab besutan sutradara hanung bramantyo. Berhijab itu bukan akhir, tetapi ia adalah awal dan proses itu sendiri dalam kehidupan. Seberapa panjang atau pendeknya proses tentu tergantung masing – masing manusia. Semua ada tentu untuk menguji kemantapan hati manusia itu sendiri. Apakah ia akan tetap menggunakan hijabnya dan tetap berpegang teguh pada prinsip awalnya menggunakan hijab yakni langkah awal dalam berhijrah menjadi lebih baik atau tidak.

            Sedang bagi saya sendiri, ada satu makna tersirat khusus bahwa menggunakan hijab tak serta merta merubah diri kita serupa dengan orang arab atau malah berusaha mearabisasi diri kita dengan sengaja meninggalkan kebudayaan kita sendiri dan mengikuti semua budaya arab. dan mudah menyalahkan muslimah yang hijabnya dan kehidupan setelah berhijabnya tidak sama seperti dirinya. Hijab, bukan milik orang arab saja, hijab, adalah milik semua perempuan muslimah, hijab adalah identitas seorang perempuan muslimah. Mau menggunakan hijab jenis apapun, selama itu menutupi aurat yang bersangkutan, maka itu sudah cukup.

            Terakhir, sebagai penutup resensi, film ini ingin menjelaskan bahwa sejatinya penampilan seseorang tentu tidak bisa di jadikan tolak ukur bagi keimanan, isi hati dan isi pikiran. Tetapi dari penampilan juga lah, seseorang mampu menjaga batas – batas untuk fisik dan pikirannya sendiri sebagai pijakan awal langkah hijrah berikutnya. Hijab milikmu adalah pijakan awalmu untuk menuju hijrah kehidupan yang selanjutnya. Tidak ada yang benar ataupun salah, segalanya adalah proses, maka biarlah Allah saja yang menentukan hasil atas usaha yang yang kamu lakukan (Mengutip dari ucapan Gus Miftah di video podcast Deddy Corbuzier berjudul “Gus Miftah :Hati – Hati!! Paham Sesat Cross Hijabers Masuk Indonesia!”)

Nina Mau Resensi Film





Selama masa pembatasan sosial berskala besar atau yang biasa disebut dengan PSBB yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia dalam menanggulani penyebaran covid-19 yang meminta masyarakat untuk #dirumahaja dan #workfromhome.

Bagi saya yang sesungguhnya sangat nyaman untuk berada di satu tempat dalam jangka waktu yang lama pun, ternyata tetap tidak bisa menghindarkan diri saya dari perasaan bosan. Mungkin itu semua disebabkan karena berada di satu tempat dalam makna yang sesungguhnya, rumah. sedangkan apabila saya berada di suatu tempat untuk waktu yang lama, tentu saja tidak hanya di rumah saja, saya akan pergi ke suatu tempat dan suatu tempat yang lainnya, masih bergerak, bukan sekadar dapur, ruang tamu, kamar, dan dapur lagi, hehe,

Nah, masalahnya, tidak setiap orang memiliki rumah yang sangat luas dan nyaman seperti rumah Nia Ramadhani, misalnya, sehingga, meskipun di rumah saja namun serasa sedang tinggal di hotel.

Itu sebabnya, kegiatan menonton film secara streaming di aplikasi penyedia layanan nonton film (dalam hal ini, saya menggunakan viu.com sangat menarik sekali.) Setidak –tidaknya membantu mengurangi kadar bosan selama kami tidak bisa kemana – mana.

Saya menemukan beberapa hal menarik dari film yang saya tonton, dan ingin sekali membahasnya, walaupun mungkin, film ini bukan film baru, tetapi ada pesan yang ingin ditujukan kepada penonton.

Untuk itu, di postingan selanjutnya dalam blog ini, akan saya isi resensi film yang sudah saya tonton selama psbb di aplikasi penyedia layanan nonton film streaming, selamat membaca, selamat menikmati J


Selasa, 02 Juni 2020

Ceritaku, Selama PSBB karena Covid 19


Kabar mengenai penyakit baru sebenarnya sudah berhembus sejak bulan Desember 2019 di kota Wuhan di China.

Mulai menarik karena, cara pemerintah kota Wuhan dalam menangani penyakit tersebut kok dengan cara lockdown kotanya dan memaksa warga sekitar untuk karantina di rumah masing - masing.

Sehingga yang terjadi adalah, seluruh kota amat sangat sepi, cenderung seperti kota mati. Tak ada kegiatan pendidikan, bisnis dan lain sebagainya. Semua orang dipaksa untuk tinggal di rumah masing - masing. Untuk masalah pangan dan kesehatan saja yang berhak hilir mudik. Tentu saja dengan dilindungi oleh pakaian khusus bernama baju hazmat yang mirip dengan pakaian astronot plus masker bedah dan sarung tangan, intinya semua tertutup.

Mengapa begitu? Karena penyakit yang berasal dari virus yang konon katanya ditularkan dari binatang primata yakni monyet dan kera ini belum ada obatnya, di lain sisi, penyebarannya amat sangat cepat. 

Sementara ini ditengarai, jaga jarak sosial dan pola hidup bersih sehat adalah satu satunya cara untuk mengendalikan penyebaran penyakit. Menggunakan masker dan mengonsumsi makanan yang menstimulus daya tahan tubuh.

Bulan Januari 2020 sampai Februari 2020, Indonesia masih anteng - anteng aja, meskipun sudah kena dampak lesunya ekonomi dunia. Dimana negara lain sudah mulai berbenah diri sembari mengetatkan protokol kesehatan masing - masing. 

Masuk ke bulan Maret barulah di publish di media tentang warga negara Indonesia yang positif terjangkit virus covid 19. Barulah dari situ Indonesia ikut merasa resah gelisah gundah gulana. 

16 Maret 2020 ketika seluruh masyarakat Indonesia diminta untuk karantina mandiri #dirumahaja. Segala kegiatan perkantoran dan pendidikan langsung di alihkan dikerjakan di rumah. Mulailah istilah #workfromhome atau #wfh, #schoolfromhome atau #sfh banyak di gunakan, meskipun tidak semua perusahaan patuh. Untuk sekolah diminta patuh penuh. Segala bentuk kegiatan belajar mengajar dipindah ke media online semua. Anak - anak serasa mendapat libur sekolah yang amat panjang.

Semakin hari jumlah penderita positif covid 19 di Indonesia semakin banyak, para tenaga media kelimpungan, baru dibuatlah PSBB alias pembatasan sosial berskala besar. Ya kalau kataku ini hampir sama seperti semi lockdown. Dilumpuhkan sementara kotanya demi mengurangi jumlah penularan. 

Sayangnya, kembali lagi mengingat bahwa Indonesia bukanlah negara adidaya, muncullah berbagai protes, dari banyak pihak yang peduli terhadap kaum kecil yang terpaksa kehilangan pekerjaan karena PSBB, menurut mereka seharusnya pemerintah memberi ganti rugi.

Padahal Indonesia tidak punya begitu banyak uang untuk menalangi rakyat miskin yang jumlahnya terlalu banyak.

Sehingga bisa ditarik kesimpulan, bahwa psbb tidak bisa di terapkan secara maksimal di Indonesia sebagai pencegahan penularan penyakit covid 19.
.

Dampak yang terjadi hingga bulan Juni 2020, kasus penderita covid 19 semakin meningkat apalagi di Surabaya yang meskipun menerapkan PSBB dalam 3 jilid namun tidak memberi dampak apapun selain lesunya perekonomian dan penambahan pengangguran.
.

Selama masa PSBB, aku yang dengan terpaksa, harus jadi tahanan rumah, tentu saja sempat merasakan gejolak gangguan psikologis seperti cemas berlebihan, takut berlebihan menghadapi situasi baru ini. 

Lalu aku memutuskan untuk mengisi waktu luang dengan belajar memasak, mencoba berbagai resep baru, yang beberapa sudah aku upload di akun milikku di aplikasi cookpad.

Apabila jenuh, aku mengikuti sebuah challenge yang sedang hits di Instagram yakni #brushchallenge, mengobati rasa rindu pada kegiatan berdandan yang kerap dilakukan apabila akan keluar rumah.

Di samping itu, ternyata ada hikmah juga yang ku petik di masa pandemi penyakit covid 19 ini yaitu, aku berhasil menyelesaikan target mustahil yang kubuat di awal tahun, membaca 50 judul buku. Yang kucatat di akun goodreads milikku. Tentu saja itu semua terjadi berkat bantuan aplikasi i pusnas, aplikasi perpustakaan nasional yang bisa diunduh gratis via play store. Sampai saat cerita ini di tulis, aku sudah berhasil menyelesaikan 48 judul buku. Sungguh merasa bangga pada diri sendiri. Tinggal pr menuliskan review-nya saja yang bikin mulas hehehe.

Gimana ceritamu saat masa pandemi?