Selasa, 02 Juni 2020

Ceritaku, Selama PSBB karena Covid 19


Kabar mengenai penyakit baru sebenarnya sudah berhembus sejak bulan Desember 2019 di kota Wuhan di China.

Mulai menarik karena, cara pemerintah kota Wuhan dalam menangani penyakit tersebut kok dengan cara lockdown kotanya dan memaksa warga sekitar untuk karantina di rumah masing - masing.

Sehingga yang terjadi adalah, seluruh kota amat sangat sepi, cenderung seperti kota mati. Tak ada kegiatan pendidikan, bisnis dan lain sebagainya. Semua orang dipaksa untuk tinggal di rumah masing - masing. Untuk masalah pangan dan kesehatan saja yang berhak hilir mudik. Tentu saja dengan dilindungi oleh pakaian khusus bernama baju hazmat yang mirip dengan pakaian astronot plus masker bedah dan sarung tangan, intinya semua tertutup.

Mengapa begitu? Karena penyakit yang berasal dari virus yang konon katanya ditularkan dari binatang primata yakni monyet dan kera ini belum ada obatnya, di lain sisi, penyebarannya amat sangat cepat. 

Sementara ini ditengarai, jaga jarak sosial dan pola hidup bersih sehat adalah satu satunya cara untuk mengendalikan penyebaran penyakit. Menggunakan masker dan mengonsumsi makanan yang menstimulus daya tahan tubuh.

Bulan Januari 2020 sampai Februari 2020, Indonesia masih anteng - anteng aja, meskipun sudah kena dampak lesunya ekonomi dunia. Dimana negara lain sudah mulai berbenah diri sembari mengetatkan protokol kesehatan masing - masing. 

Masuk ke bulan Maret barulah di publish di media tentang warga negara Indonesia yang positif terjangkit virus covid 19. Barulah dari situ Indonesia ikut merasa resah gelisah gundah gulana. 

16 Maret 2020 ketika seluruh masyarakat Indonesia diminta untuk karantina mandiri #dirumahaja. Segala kegiatan perkantoran dan pendidikan langsung di alihkan dikerjakan di rumah. Mulailah istilah #workfromhome atau #wfh, #schoolfromhome atau #sfh banyak di gunakan, meskipun tidak semua perusahaan patuh. Untuk sekolah diminta patuh penuh. Segala bentuk kegiatan belajar mengajar dipindah ke media online semua. Anak - anak serasa mendapat libur sekolah yang amat panjang.

Semakin hari jumlah penderita positif covid 19 di Indonesia semakin banyak, para tenaga media kelimpungan, baru dibuatlah PSBB alias pembatasan sosial berskala besar. Ya kalau kataku ini hampir sama seperti semi lockdown. Dilumpuhkan sementara kotanya demi mengurangi jumlah penularan. 

Sayangnya, kembali lagi mengingat bahwa Indonesia bukanlah negara adidaya, muncullah berbagai protes, dari banyak pihak yang peduli terhadap kaum kecil yang terpaksa kehilangan pekerjaan karena PSBB, menurut mereka seharusnya pemerintah memberi ganti rugi.

Padahal Indonesia tidak punya begitu banyak uang untuk menalangi rakyat miskin yang jumlahnya terlalu banyak.

Sehingga bisa ditarik kesimpulan, bahwa psbb tidak bisa di terapkan secara maksimal di Indonesia sebagai pencegahan penularan penyakit covid 19.
.

Dampak yang terjadi hingga bulan Juni 2020, kasus penderita covid 19 semakin meningkat apalagi di Surabaya yang meskipun menerapkan PSBB dalam 3 jilid namun tidak memberi dampak apapun selain lesunya perekonomian dan penambahan pengangguran.
.

Selama masa PSBB, aku yang dengan terpaksa, harus jadi tahanan rumah, tentu saja sempat merasakan gejolak gangguan psikologis seperti cemas berlebihan, takut berlebihan menghadapi situasi baru ini. 

Lalu aku memutuskan untuk mengisi waktu luang dengan belajar memasak, mencoba berbagai resep baru, yang beberapa sudah aku upload di akun milikku di aplikasi cookpad.

Apabila jenuh, aku mengikuti sebuah challenge yang sedang hits di Instagram yakni #brushchallenge, mengobati rasa rindu pada kegiatan berdandan yang kerap dilakukan apabila akan keluar rumah.

Di samping itu, ternyata ada hikmah juga yang ku petik di masa pandemi penyakit covid 19 ini yaitu, aku berhasil menyelesaikan target mustahil yang kubuat di awal tahun, membaca 50 judul buku. Yang kucatat di akun goodreads milikku. Tentu saja itu semua terjadi berkat bantuan aplikasi i pusnas, aplikasi perpustakaan nasional yang bisa diunduh gratis via play store. Sampai saat cerita ini di tulis, aku sudah berhasil menyelesaikan 48 judul buku. Sungguh merasa bangga pada diri sendiri. Tinggal pr menuliskan review-nya saja yang bikin mulas hehehe.

Gimana ceritamu saat masa pandemi?

1 komentar: