Sabtu, 27 Juni 2020

Resensi Film : Pariban ; Idola Dari Tanah Jawa (2019)




DATA FILM

Tayang : 2019

Sutradara : Andibachtiar Yusuf

Pemain : 
Atiqah Hasiholan, Ganindra Bimo, Rizky Mocil

Produksi : Stayco Media

Durasi : 1 Jam 44 Menit


SINOPSIS


Halomoan Sitorus, atau biasa di panggil Moan adalah laki - laki berdarah Batak, tampan, sukses, digilai banyak wanita, dan sering ganti ganti pacar alias playboy. Meskipun berdarah Batak, tetapi ia besar di Jakarta.

Di usianya yang ke 35 tahun, Moan sudah sangat sukses dengan punya perusahaan sendiri, rumah dan mobil mewah. Namun kehidupan Moan tiba - tiba berubah drastis saat ibunya jatuh sakit sesaat setelah ia melayangkan protes kepada Moan tentang mengapa ia belum juga memutuskan menikah. Sebab, ibunya telah di hujani begitu banyak pertanyaan dengan teman - temannya arisan.

Lalu ibunya meminta Moan untuk pulang ke kampung halaman mereka untuk menemui pariban. Pariban Moan yang bermarga Sitorus adalah Silalahi. Akhirnya demi rasa cintanya pada sang ibu, Moan memutuskan untuk menyetujui permintaan tersebut

Akankah mencari pariban akan menjadi jawaban jodoh Moan di masa datang? Bisakah Moan membawa pariban nya pulang ke rumahnya dan di perkenalkan kepada ibunya?


RESENSI

Film ini secara eksplisit tentu saja ingin mengangkat tentang suku Batak dan kebudayaannya yakni Pariban. Menjadi sebuah pengingat bagi generasi baru suku Batak yang mungkin saja tidak sempat mengenal tanah leluhurnya sebab lahir dan besar di kota lain akibat mengikuti orang tua yang merantau.

Pariban sendiri adalah sebuah kultur yang di miliki oleh suku batak dengan menikahi sepupunya sendiri dari garis keluarga ibu kandung. Kultur inilah yang di angkat dalam film ini. Dalam film ini, di lihatkan juga kehidupan suku batak yang tinggal di sekitar danau Toba. Memperlihatkan juga, bagaimana kegiatan pasar pagi yang berada di pemukiman sekitar danau toba. 

Film ini berusaha memperlihatkan seluruh kebiasaan yang kerap kali di lakukan oleh suku batak pada umumnya, seperti kebiasaan bernyanyi yang di lakukan oleh keluarga batak, setiap kali mereka berkumpul, baik itu dalam berkumpul dalam acara keluarga maupun berkumpul dalam acara sesama anak muda. Satu juga yang amat sangat memikat hati saya sebagai penonton adalah menunjukkan kultur suku batak yang hobi memainkan permainan olahraga catur sebagai cara mereka mengakrabkan diri. belum bisa disebut batak, kalau belum bisa bermain catur.

Selain kebudayaan batak, secara selintas, film ini, juga memperlihatkan beberapa situs pariwisata yang dapat dikunjungi, juga beberapa museum yang bisa di jadikan acuan bagi masyarakat selain batakuntuk bisa belajar tentang kebudayaan batak.

Selain itu tentu saja, film ini adalah film keluarga yang layak di tonton, karena menampilkan bagaimana kasih sayang orang tua kepada anaknya, maupun sebaliknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar